Kisah yang ketiga ini tentang pengalaman masa remaja
saya, dari Sekolah Dasar menuju Sekolah Menengah Pertama merupakan awal-awal
kecil seorang manusia menjadi remaja. Masa itu diawali saat saya menjalani
kisah 1 SMP di Madiun, Jawa Timur. Saya tidak pernah membayangkan bisa lebih
lama di kampung halaman yang biasanya hanya 1 tahun sekali saya kunjungi.
Disana saya menjadi siswa SMPN 1 Karangrejo, termasuk sekolah yang favorit dan
saya bangga menjadi bagiannya. Saya mengenal banyak hal baru, budaya baru,
teman-teman baru yang unik, yang sangat jelas berbeda dengan teman di kota. Disana
saya menemukan sahabat yang selalu membantu dan menemani saya dalam suka maupun
duka, mereka adalah Della,Arum,Chintya, dan Tata. Geng kami termasuk geng yang
terkenal di sekolah, tetapi kami bukan sembarang geng. Kami semua termasuk
anggota siswa yang aktif dalam kegiatan sekolah, selain itu kami pun mendapat
rangking dibawah 10 besar. Mereka sahabat yang sangat baik dan tulus,
pertemanan di daerah desa lebih terasa alami dan polos. Disana juga saya aktif
melakukan latihan pramuka yang selalu diadakan setiap minggu, pramuka itu
sangat menyenangkan, kita belajar
berorganisasi sekaligus merasakan bagaimana belajar sambil bermain.
Di Madiun, saya tinggal bersama nenek yang saat ini sudah
dipanggil oleh Allah SWT, mama juga ikut menemani saya karena memang tujuan
utama hijrah ke Madiun adalah untuk menemani mama berobat. Saat sekolah di
Madiun, saya tidak pernah khawatir telat datang ke sekolah, karena disana macet
itu sangat langka jelas beda sekali dengan di Jakarta. Kisah di Madiun hanya 1
tahun, lalu saya hijrah kembali ke Kota Tangerang tercinta, kota dimana saya
dilahirkan. Saya pindah di sekolah yang memang dulu SMP yang saya inginkan,
pengalaman menjadi anak baru membekas di diri saya, masa SMP adalah masa yang
paling labil dan masa dimana anak baru adalah musuh utama. Saya merasa banyak
yang tidak suka kepada saya tanpa saya tau penyebabnya, mereka bilang benci,
mereka titip salam dengan bahasa kotor, dan lain-lain. Hal tersebut membuat
saya merasa terpuruk, saya menjadi takut untuk menyapa orang lain, karena
pemikiran di diri saya selalu takut, takut mereka seperti yang membenci saya.
Rasa itu ternyata menimbulkan trauma halus di hati saya, semenjak menjadi anak
baru saya merasa lebih pendiam dan tidak seperti diri saya dulu yang ceria dan
supel. Saya menjadi takut untuk mengenal teman baru, saya takut mereka seperti
mereka yang membenci saya. Rasa trauma itu masih saya bawa hingga saya SMA,
saya selalu dibayangi rasa takut, saya selalu merasa “anak baru” padahal saya
diterima di SMA bersamaan dengan teman yang lain, bukan menjadi anak baru. Saya
merasa bodoh selalu terbayang-bayang dengan kelabilan masa SMP, saya harus
memaafkan dan menyadari bahwa mereka dibawah kendali mereka. Pada akhirnya saya
sadar saya harus kembali kepada diri saya yang lebih ceria lagi. Di masa
kuliah, saya memulai semuanya dengan Basmallah, melupakan semua kisah yang
buruk tetapi tidak lupa untuk mengambil hikmah dari itu semuaJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar