Jumat, 17 Januari 2014

Koperasi Tak Goyah Saat Mata Uang Melemah

Koperasi Tak Goyah Saat Mata Uang Melemah

Pelemahan rupiah dan ambruknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjadi belakangan ini menimbulkan efek di banyak sektor. Dari data yang dirilis Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah hingga bulan November 2013 masih dalam tekanan. Secara
point to point, nilai tukar rupiah melemah sebesar 5,77% (mtm)
menjadi 11.963 per dolar AS atau secara rata-rata melemah 2,42% (mtm) menjadi 11.624 per dolar AS. Pelemahan nilai tukar tersebut terutama dipicu sentimen negative pelaku pasar terhadap rencana pengurangan stimulus moneter AS (tapering-off) serta pengaruh defisit transaksi berjalan Indonesia. Bank Indonesia menilai pelemahan rupiah masih sejalan dengan perkembangan mata uang negaranegara kawasan. Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya, sehingga dapat mendukung penyesuaian ekonomi secara terkendali.
Akan tetapi, salah satu sektor yang relatif tidak terkena dampak secara langsung dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.adalah Koperasi. "Saya yakin tidak akan ada dampaknya yang signifikan, hanya inflasi sedikit, kita akan lihat nanti," kata Sjarifuddin Hasan, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) kepada wartawan di Jakarta. Kondisi saat ini, menurut Menkop, hampir tidak akan berdampak signifikan terhadap pelaku koperasi dan UMKM yang lebih banyak menggarap pasar domestik. "Ini akibat gejala ekonomi secara makro, dan ini pasti sudah diantisipasi dengan baik oleh pemerintah, jadi jangan terlalu panik," ujarnya.
Menkop bahkan meyakini nilai tukar mata uang rupiah akan mengalami apresiasi atau menguat, karena pemerintah telah menerbitkan paket kebijakan untuk merespons hal itu. Selain itu, sektor koperasi dan UMKM telah terbukti kebal krisis dari pengalaman beberapa tahun lalu. "Tidak ada alasan untuk khawatir, UMKM itu sektor yang paling fleksibel," tegasnya.
Menurut Asisten Deputi Urusan Asuransi dan Jasa Keuangan Kementerian Koperasi dan UKM Toto Sugiyono di Purwokerto, Koperasi tidak berpengaruh apapun terhadap keadaan tersebut. Bahkan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) seperti Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama di Bogor, Jawa Barat telah menyatakan usahanya berjalan tanpa gangguan apa pun sampai saat ini. Begitu pula koperasi-koperasi beraset besar di Jawa Tengah seperti Kospin Jasa, Koperasi Nusantara, dan KSP Artha Prima, menyatakan tidak terpengaruh efek pelemahan nilai tukar tersebut. "Mereka lebih banyak menggarap pasar lokal sehingga tidak merasakan dampak depresiasi rupiah secara langsung," kata Toto. Pihaknya memperkirakan efek pelemahan rupiah bisa saja dirasakan secara langsung oleh koperasi produksi yang bergerak di bidang tertentu dengan bahan baku yang sebagian besar diimpor.

            Toto optimistis koperasi di Indonesia mampu bertahan dalam kondisi perekonomian apa pun. "Ini sudah terbukti, bahkan di tingkat dunia, koperasi global mampu bersaing dengan korporasi untuk memainkan peran penting dalam perekonomian dunia," katanya. Beberapa koperasi global bahkan mampu memutar omzet hingga Rp571,5 triliun dan aset yang juga ratusan triliun. Tercatat koperasi beromzet terbesar adalah Zen-Noh di Jepang yang bergerak di sektor pangan dan pertanian, sementara koperasi dengan aset terbesar adalah Credit Agricole Group di Prancis.
Lain daerah seperti Bali pun menyebutkan data terakhir perkembangan koperasi di Bali selama 2013, khususnya koperasi binaan provinsi mengalami peningkatan yang pesat. Dari sisi jumlah anggota, karyawan, modal dan volume usaha, semuanya meningkat rata-rata sebesar 6 persen. Itu tampak pada posisi Juni 2013, koperasi binaan provinsi jumlahnya 133 unit, naik 7,26 persen atau bertambah 9 koperasi dibandingkan posisi tahun 2012 yang hanya 124 koperasi. Jumlah koperasi se-Bali per Juni 2013 sebanyak 4.575 unit naik 3,81 persen. Kenaikan ini turut memengaruhi kinerja koperasi secara keseluruhan, baik itu anggota, karyawan, modal dan volume usaha serta aset. Aset koperasi se-Bali bahkan naik 10,64 persen menjadi Rp 5,2 triliun di 2013 ini. Kabid Bina Lembaga Dinas Koperasi dan UKM Bali Gde Indra,
S.E., M.M. sebelumnya mengatakan, secara umum pertumbuhan
koperasi se-Bali di 2013 ini lebih tinggi dibandingkan koperasi yang
tidak aktif. Artinya, kelompok ekonomi produktif para UMKM di
Bali mempercayakan kesulitan keterbatasan modal dan akses pemasarannya melalui wadah koperasi. Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Bali Dewa Nyoman Patra
saat dihubungi Kamis (26/12) kemarin menyatakan, koperasi simpan pinjam (KSP) tidak terdampak secara langsung pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pihaknya memperkirakan efek pelemahan rupiah bisa saja dirasakan secara langsung oleh koperasi produksi yang bergerak di bidang tertentu dengan bahan baku yang sebagian besar diimpor. Meski demikian, ia tetap optimistis koperasi di Bali khususnya mampu bertahan dalam kondisi perekonomian apa pun.

Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar