Rabu, 15 Januari 2014

Aset Tetap Pada IFRS

Aset Tetap pada IFRS

·         Komponen biaya perolehan adalah estimasi biaya untuk memindahkan aset (dismantling cost).
·         Suku cadang dengan kriteria tertentu diakui sebagai aset tetap
·         Penilaian aset tetap à dikurangi dengan depresiasi dan penurunan nilai
·         Pertukaran aset tetap tidak membedakan similar atau non similar, menggunakan harga wajar. Kecuali pertukaran yang tidak memiliki nilai komersial atau nilai wajar tidak diperoleh à nilai buku.
·         Review atas masa manfaat, nilai residu setiap pelaporan
·         Penilaian dengan menggunakan model revaluasi.

PENGAKUAN

Kriteria Pengakuan:
·         Biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika : (par 7)
a)    Besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan
b)   Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.
·         Suku cadang utama, peralatan pemeliharaan, penggantian dan inspeksi dapat diakui sebagai aset tetap.
Jika kriteria pengakuan terpenuhi, biaya tersebut diakui dan jumlah tercatat komponen yang diganti atau inspeksi terdahulu dihentikan pengakuannya.
PENGUKURAN AWAL
Biaya perolehan aset tetap terdiri dari:
a)     Harga perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan lain;
b)    biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen
c)      Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul
–        ketika aset tersebut diperoleh, atau
–        karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan.
Biaya perolehan aset tetap dari suatu pertukaran diukur sebesar nilai wajar
kecuali:
–        Transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial, atau
–        Nilai wajar aset yang diterima dan diserahkan tidak dapat diukur secara andal
Jika aset yang diperoleh tidak dapat diukur dengan nilai wajar, maka biaya perolehannya diukur dengan jumlah tercatat dari aset yang diserahkan.
Entitas harus memilih antara cost model dan  revaluation model sebagai kebijakan akuntansinya, dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.
COST MODEL :
Setelah diakui sebagai aset, aset tetap dicatat sebesar :
–        Biaya perolehan
–        dikurangi
Akumulasi penyusutan dan
Akumulasi rugi penurunan nilai aset

REVALUATION MODEL :
Setelah diakui sebagai aset, aset tetap dicatat sebesar :
–        Jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi,
–        dikurangi
Akumulasi penyusutan dan
Akumulasi rugi penurunan nilai aset  yang terjadi setelah tanggal revaluasi.
Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arm’s length transaction).


Klasifikasi Aset Tak Lancar Sesuai IFRS

Seperti PSAK 1, IAS 1 juga menggunakan istilah “tak lancar” (noncurrent) untuk aset berwujud dan tak berwujud—baik itu aset keuangan dan operasional—yang digunakan dalam jangka panjang. Baik PSAK 1 maupun IAS 1, sama-sama tidak mematok penggunaan istilah ini secara pasti. Artinya, entitas diperkenaankan untuk menggunakan istilah lain (“aset tetap/fixed asset” misalnya), sepanjang jelas dan lumrah digunakan, sehingga bisa dipahami oleh pengguna laporan keuangan.
Masuk ke dalam klasifikasi “Aset Tak Lancar’ antara lain:

1. Investasi Bersifat “Held-to-maturity”

Masuk dalam kelompok ini adalah instrument investasi yang disimpan hingga jatuh tempo, yang biasanya berjangka waktu panjang. Misalnya: efek hutang (debt securities), efek ekuitas, dan saham istimewa yang wajib ditebus oleh pihak lain (istilahnya “redeemed preferred shares“). Investasi jenis ini diukur pada biaya teramortisasi.

2. Property Investasi

Yang dimaksud dengan “Property Investasi” (investment property) adalah property (=tanah, bangunan/gedung) yang diperoleh bukan untuk digunakan dalam operasional perusahaan secara normal, melainkan untuk mendapat keuntungan tertentu, misalnya: dengan cara disewakan atau dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.
Property investasi, awalnya, diukur sebesar nilai perolehannya. Selanjutnya, seiring waktu, property investasi diukur entah dengan menggunakan metode fair value atau model pengukuran berdasarkan biaya perolehan.

3. Tanah, Bangunan, Mesin dan Peralatan

Masuk dalam kelompok ini adalah bangunan, mesin dan peralatan, yang digunakan dalam operasional perusahaan guna menghasilkan barang/jasa, memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun buku.
Masuk dalam kelompok ini, antara lain: tanah, bangunan/gedung, mesin, peralatan, furniture, dan kendaraan.
Akumulasi penyusutan atas kelompok aset tak lancar ini harus disajikan dalam laporan keuangan atau di catatan kaki atau di bagian penjelasannya. Misalnya:
Bangunan                                                = xxx
Dikurangi akumulasi penyusutan = (xxx)
Nilai buku bangunan                          = xxx
Atau
Bangunan (net dari akumulasi Rp xxx) = xxx
Metode yang digunakan dalam menghitung penyusutan, harus disebutkan di bagian “penjelasan laporan keuangan”.

4. Aset Tak Berwujud

Aset Tak Berwujud” (intangible assets) adalah aset tak lancar perusahaan yang tidak memiliki wujud fisik, akan tetapi diharapkan akan mendatangkan manfaat—baik di masa kini maupun di masa yang akan datang.
Masuk dalam klasifikasi ini adalah:
·         Aset tak berwujud yang bisa diidentifikasi (misal: goodwill); dan
·         Aset tak berwujud yang tidak bisa diidentifikasi (misal: merk dagang, patent, copyrights, dan biaya oragnisasional).
IAS 38 mengharuskan perusahaan untuk mengamortisasi aset tak berwujud. Seperti halnya aset berwujud, akumulasi amortisasi aset tak berwujud-pun harus dinyatakan dengan jelas dalam laporan keuangan atau dicatatan kaki atau di bagian penjelasannya.

5. Aset Dimiliki Untuk Dijual

Sedikit mirip dengan property investasi, hanya saja “aset dimiliki untuk dijual” tidak harus direncanakan sejak awal. Jika perusahaan berencana untuk menjual sekelompok aset, mesikpun tadinya digunakan untuk operasional, maka aset tersebut harus diklasifikasikan sebagai “aset dimiliki untuk dijual”.
Menurut IFRS 5, “aset dimiliki untuk dijual” diukur sebesar nilai buku yang lebih rendah atau nilai wajar dikurangi ongkos penjualan.

6. Aktiva Lain-lain

Segala aset tak lancar yang tidak bisa dimasukan ke dalam 5 klasifikasi di atas, masuk ke kelompok ini. Misalnya: “Uang Muka” yang baru akan habis dibiayakan dalam jangka waktu lama (panjang), “Aset Pajak Tangguhan” yang waktu pemulihannya lama atau tidak pas
Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar